ASKEP LANSIA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL MENARIK DIRI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian ’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik diri.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
• Penurunan kondisi fisik
• Penurunan fungsi dan potensi seksual
• Perubahan aspek psikososial
• Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
• Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian ’senilitas’ adalah perubahan¬-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik diri.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
• Penurunan kondisi fisik
• Penurunan fungsi dan potensi seksual
• Perubahan aspek psikososial
• Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
• Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
ASPEK PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat,2006).
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam(Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi kehidupan sosial cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.
2. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
4. Faktor Presifitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).
5. Tanda dan Gejala
- Apatis, ekspresi, afek tumpul.
- Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
- Komunikasi kurang atau tidak ada.
- Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
- Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
- Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
- Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
6. Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
7. Karakteristik Perilaku
• Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
• Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
• Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan.
• Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
• Banyak tidur siang.
• Kurang bergairah.
• Tidak memperdulikan lingkungan.
• Kegiatan menurun.
• Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
• Keinginan seksual menurun.
B. Pohon Masalah
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
4. Faktor Presifitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).
5. Tanda dan Gejala
- Apatis, ekspresi, afek tumpul.
- Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
- Komunikasi kurang atau tidak ada.
- Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
- Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
- Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
- Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
6. Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
7. Karakteristik Perilaku
• Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
• Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
• Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan.
• Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
• Banyak tidur siang.
• Kurang bergairah.
• Tidak memperdulikan lingkungan.
• Kegiatan menurun.
• Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
• Keinginan seksual menurun.
B. Pohon Masalah
C. Permasalahan
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut:
1. Permasalahan Umum
a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga kecil.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.
2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut usia di kota dan di desa.
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut:
1. Permasalahan Umum
a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk kelurga kecil.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia.
2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-generasi tua dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan melestarikan budaya bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran pembangunan yang belum merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut usia di kota dan di desa.
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL:MENARIK DIRI
A. Pengkajian
• Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
• Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
• Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
• Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
A. Pengkajian
• Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
• Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
• Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan, faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
• Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
• Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
• Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
• Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami ,putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
• Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
• Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
• Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
• Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
• Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
• Aspek Medik
i. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
ii. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
• Intoleransi aktifitas.
• Kekerasan resiko tinggi.
Ketidakpastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
• Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
• Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
• Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
• Aspek Medik
i. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
ii. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
• Isolasi sosial : menarik diri
• Gangguan konsep diri: harga diri rendah
• Resiko perubahan sensori persepsi
• Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
• Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
• Intoleransi aktifitas.
• Kekerasan resiko tinggi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
C. Intervensi keperawatan
1. Intervensi Diagnosa 1:
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.
c. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
2. Intervensi Diagnosa 2:
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.
3. Intervensi diagnosa 3:
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.
4. Intervensi diagnosa 4:
a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan.
D. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan pemahaman regimen pengobatan.
1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
C. Intervensi keperawatan
1. Intervensi Diagnosa 1:
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.
c. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
2. Intervensi Diagnosa 2:
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.
3. Intervensi diagnosa 3:
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.
4. Intervensi diagnosa 4:
a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan.
D. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan pemahaman regimen pengobatan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya.
A. Kesimpulan
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri /cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya.
B. Saran
1. Mengingat kondisi psikososial lansia yang tidak berbeda di antara lokasi pemukiman, maka lansia dapat tinggal di mana saja asalkan tetap mendapatkan perhatian atau dukungan, baik dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah.
2. Dapat dibentuk wadah tempat lansia bersosialisasi bersama peer groupnya. Untuk meningkatkan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan, hendaknya difasilitasi dengan memberi kesejahteraan berupa dukungan moril dan sprituil kepada kelompok lansia berupa perbaikan ekonomi, kesehatan, transportasi, dan perumahan serta memberikan gizi yang baik dan obat-obatan untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa mempercepat proses penuaa.
3. Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia.
4. Mengembangkan perspektif yang lebih jelas mengenai hidup lansia.
5. Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang.
6. Mengembangkan hubungan yang bermakna.
1. Mengingat kondisi psikososial lansia yang tidak berbeda di antara lokasi pemukiman, maka lansia dapat tinggal di mana saja asalkan tetap mendapatkan perhatian atau dukungan, baik dari keluarga, masyarakat maupun pemerintah.
2. Dapat dibentuk wadah tempat lansia bersosialisasi bersama peer groupnya. Untuk meningkatkan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan, hendaknya difasilitasi dengan memberi kesejahteraan berupa dukungan moril dan sprituil kepada kelompok lansia berupa perbaikan ekonomi, kesehatan, transportasi, dan perumahan serta memberikan gizi yang baik dan obat-obatan untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa mempercepat proses penuaa.
3. Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia.
4. Mengembangkan perspektif yang lebih jelas mengenai hidup lansia.
5. Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang.
6. Mengembangkan hubungan yang bermakna.
Daftar Pustaka
Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar